Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi sebagaimana tercantum dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), yaitu meliputi:
a. Kompetensi pedagogik;
b. Kompetensi kepribadian;
c. Kompetensi profesional dan;
d. Kompetensi sosial.
Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan kompetensi para Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI), khususnya dalam kompetensi kepribadiannya maka MGMP PAI SMP Kota Bogor telah menggelar kegiatan Seminar dengan tema: "Ghozwul Fikri, Liberalisasi dalam Pendidikan" .
Mungkin ada bertanya, apakah ada hubungannya materi seminar tersebut dengan kompetensi seorang guru PAI?
Jawabannya adalah: "ADA", dan tentunya penting bagi setiap mujahid dakwah, para GPAI untuk mengetahui bahaya Liberalisasi dalam Pendididkan Islam.
Karena kalau kita lihat dan cermati realita sekarang, sungguh sangat memprihatinkan. Begitu banyak orang yang mengaku muslim bahkan dipandang sebagai tokoh/cendekiawan muslim memiliki pemahaman liberalisasi dan pluralisme yang menyesatkan aqidah umat. Bahkan pemikiran orientalis tersebut telah berhasil ditanamkan di berbagai lembaga/instansi perguruan tinggi Agama Islam.
Di antara contoh pemahaman yang menyesatkan tersebut, misalnya: Kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) yang mengedepankan logika mereka dibandingkan Al-Qur'an dan As-Sunnah; Penerapan Hermeneutika (tafsir bebas) dalam memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah; Legalisasi Homo/Lesbian; dll.
Nah kalau seperti ini keadaannya, bagaimana nasib generasi muslim mendatang?....
Apa yang bisa diharapkan dengan para guru PAI dan generasi muda muslim yang berpaham liberal?....
Bagaimana Islam ini akan jaya dan aqidah muslim akan terjaga kemurniannya jika pemahaman liberal dan pluralisme terus berkembang serta dibiarkan begitu saja?....
Siapa yang akan mengingatkan umat akan bahaya Liberalisasi dan Pluralisme yang merupakan propaganda orientalis/kaum kafirin?
Oleh karena itu, para Guru PAI wajib memiliki "kompetensi kepribadian", yaitu selain menjadi Uswatun Hasanah, juga memiliki manhaj/pemahaman keislaman yang lurus sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shohihah serta memiliki Ruhul Jihad yang tinggi dalam amr ma'ruf-nahi munkar.
Selain itu, sebagai mujahid dakwah, para GPAI haruslah menyatukan barisan dan bergerak bersama untuk mengingatkan umat serta memberikan cahaya Islam yang murni sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shohihah kepada para peserta didik. Demikian pula, para GPAI wajib memahami tentang Bahaya Liberalisasi/Pluralisme dalam Pendidikan Islam serta bagaimana solusinya.
Seminar dengan tema: "Ghozwul Fikri, Liberalisasi dalam Pendidikan" tersebut dilaksanakan pada tanggal 20 Desember 2010 dengan narasumber/pembicara: Bpk. Dr. H. Adian Husaini, M.Si (Dosen Program Pasca Sarjana UIKA, Bogor). Adapun di antara isi pemaparannya yang diperkuat dengan hasil/bukti penelitian adalah sbb:
- Bentuk liberalisasi dalam pendidikan, di antaranya yaitu para murid dijauhkan dari ajaran Islam.
- Ada rekayasa sejarah, diantaranya: Penyatuan Nusantara adalah merupakan jasa Patih Gajah Mada. Padahal fakta-fakta sejarah menunjukkan bahwa cara penyatuan bumi Nusantara adalah dengan adanya dakwah Islam oleh para da'i/mubaligh.
- Selain itu, cara penyatuan Nusantara adalah dengan Bahasa Melayu, bukan Bahasa Jawa.
- Begitu banyak jasa para ulama dan da’i dalam rangka mengislamkan Nusantara selama berabad-abad. Sebagai contoh: Wali Songo; dan “Mbah Petruk” (seorang da'i dari arab) yang berdakwah di daerah Gunung Merapi, di mana dahulu sudah ada praktek kurban manusia (wanita) ke kawah Gunung Merapi.
- Adab lebih penting daripada ilmu, serta merupakan tujuan dari pendidikan Islam.
- Oleh karena itu, tugas kita (GPAI), yaitu: (1) Menanamkan kecintaan/adab kepada Allah; (2) Adab kepada Rasulullah SAW; (3) Adab kepada Ulama.
- Paham Pluralisme menyimpang diajarakan di berbagai lembaga pendidikan: (1) Pengembangan Pendidikan Agama melalui Program Pasca Sarjana Center for Religius and Cross-cultural Studies (CRCS) UGM, Yogya; (2) “Pendidikan Agama Berbasis Multikultural”; dll.
- Ada wacana para orientalis dan JIL untuk meniadakan PAI dalam kurikulum sekolah. Sehingga di sekolah hanya diajarkan pendidikan agama-agama Religious Studies, sedangkan pendidikan agama cukup diserahkan kepada setiap orang tua di rumah.
Materi tersebut di atas juga sebagian sudah disampaikan oleh Ust. Adian Husaini pada Mata Kuliah "Islamic Worldview" di Program Pasca Sarjana Manajemen Pendidikan Islam Universitas Ibnu Khaldun (UIKA), Bogor. Materi ini jugalah yang merupakan nilai plus UIKA Bogor dibandingkan lembaga perguruan tinggi lainnya, yaitu berusaha mencetak para lulusan yang memiliki pemahaman yang lurus tentang Islam sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shohihah.
Mau lebih mengenal Ust. Adian Husaini? Mau baca buku dan artikel karyanya? Mampir aja ke Website Insists !....
0 komentar:
Posting Komentar